Tantangan pasar tradisional saat ini tak hanya dengan pasar modern tapi juga perubahan sosial di masyarakat, terutama di masa pandemi Covid-19 saat ini. Protokol kesehatan yang diterapkan belum juga mampu menormalkan atau bahkan mendongkrak omzet di pasar tradisional.
Apalagi kurang disiplinnya masyarakat menjalankan perlindungan diri juga merugikan para pedagang pasar tradisional. Kasus ditemukannya kasus positif Covid-19 di beberapa pasar tradisional yang menunjukkan hal itu.
Di Palangkaraya yang ibukota Kalimantan Tengah sebanyak 46% dari 226 kasus terkonfirmasi positif yang berasal dari satu klaster yakni Pasar Besar. Lingkungan pasar ini menyumbang 102 kasus positif hingga Selasa 16 Juni 2020.
Kasus lainnya juga terjadi di Jakarta, 64 pedagang pasar tradisional dinyatakan positif Covid-19, merujuk pada data yang dirilis IKAPPI pada Selasa (16/06). Ada lagi dari Pasar Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dengan 5 pedagang terkonfirmasi positif Covid-19.
Dampak siginifikan dari pandemi Covid-19 terhadap berbagai aktivitas di kehidupan sehari-hari, jelas berpengaruh pada aktivitas belanja di pasar tradisional.
Apalagi juga terjadi pembatasan sebagai langkah preventif terhadap epidemic itu. Seperti di Yogyakarta pada April 2020 lalu, yang mendapat pembatasan jam buka pasar tradisional hingga pukul 13.00 WIB. Sebelumnya, tidak ada aturan khusus mengenai jam tutup untuk pasar tradisional.
Namun demikian, aturan tersebut dikecualikan untuk dua pasar terbesar di Kota Yogyakarta yaitu Pasar Beringharjo yang ditutup pada pukul 16.00 WIB dan Pasar Giwangan yang merupakan pasar induk tidak diberlakukan pembatasan jam operasional tetap 24 jam.
Tetap berjalannya roda ekonomi di pasar tradisional tentu bisa dimaklumi. Pasar tradisional masih harus tetap berjalan guna menjaga kelangsungan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan pokok pangan.
Meski begitu tetap diwaspadai terjadinya interaksi fisik yang masih mendominasi pola belanja di pasar tradisional juga membuatnya rentan akan persebaran virus yang bergerak dengan begitu cepat.
Dalam kacamata pengamat sosial dari Universitas Gajah Mada (UGM), Dr.Hempri Suyatna, S.Sos, M.Si, pasar tradisional merupakan salah satu alternatif yang masih populer untuk belanja pangan dan kebutuhan hidup masyarakat.
Langkah apa yang dibutuhkan bagi pasar tradisional di masa pandemic saat ini? Menrurut Hempri, perlu upaya sistematis untuk mengurangi risiko penularan atau persebaran virus di pasar tradisional.
Upaya sistematis itu yang coba diterapkan di Pasar Sambilegi lewat pembuatan Pasar Sambilegi Daring yang bisa diakses di https://pasarsambilegi.id. Situs itu dikembangkan oleh tim Pengabdian kepada Masyarakat Tanggap Darurat Covid-19 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM).
Pasar Sambilegi terletak di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Pasar ini termasuk pasar kelas B, yaitu pasar yang menjual berbagai sayuran, buah-buahan, daging ikan ayam, jajanan matang, bumbu, hingga barang-barang seperti peralatan dapur, pakaian, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
Mengenai keamanan pasar, Pasar Sambilegi bisa dijadikan contoh karena pernah meraih juara I tingkat nasional sebagai Pasar Aman dari Bahan Berbahaya tahun 2018
Tim yang terdiri dari Hempri Suyatna (ketua) dan Achniah Damayanti, MA, Puthut Indroyono SIP, Matahari Farransahat, M.HEP dan Rindu Firdaus, SIP (anggota) tersebut bekerjasama dengan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM.
Selain memudahkan pedagang, situs itu juga memudahkan para pelanggan untuk mengakses berbagai macam informasi, seperti nama produk beserta fotonya, harga produk, hingga status pesanan. Bahkan, pada proses transaksi, pelanggan dapat memilih waktu pengantaran sehingga pelanggan leluasa untuk menyesuaikan dengan kebutuhannya.
Transaksi tersebut dapat diakses oleh warga yang berada di wilayah Kabupaten Sleman seperti Maguwoharjo, Caturtunggal, Condongcatur, Purwomartani, Tirtomartani, Selomartani, Tamanmartani, Kalitirto, Tegaltirto, Sendangtirto, Jogotirto, Banguntapan, Minomartani, Bokoharjo, dan Madurejo.
Menurut Hempri Suyatna yang juga dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, untuk tetap memastikan kualitas pelayanan, kegiatan operasional dan pengantaran barang Pasar Sambilegi Daring akan dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari anggota Pra koperasi Pasar Sambilegi dan Paguyuban Pedagang Pasar Sambilegi.
Penunjukkan tersebut, menurutnya, bertujuan untuk memberdayakan mereka melalui berbagai pendampingan sesuai dengan jargon “Belanja Aman Pasti Nyaman”.
Adanya pelayanan lewat situs itu bukannya tak mendapat hambatan yang menjadi tantangan tersendiri bagi para pedagang. Hal yang wajar karena mengubah kebiasaan warga dari tatap muka menjadi digital tidaklah mudah. Selain juga masih terbatasnya literasi digital warga.
Hambatan lain adanya anggapan (mindset) bahwa di dalam layanan daring/aplikasi barang yang ada sudah dipatok, tidak bisa ditawar. Tradisi tawar menawar (nyang-nyangan) menjadi hilang.
Tantangan tersebut juga diingatkan oleh GKR Mangkumi selaku Ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) wilayah Yogyakarta. Dalam diskusi daring bertajuk Kesiapan Pedagang Pasar Rakyat Menghadapi Era Digital, 15 Juli 2020, Selasa (14/7) ia menyatakan banyak pekerjaan rumah bagaimana menata pasar.
Lewat diskusi yang juga merupakan soft launching pasarsambilegi.id, GKR Mangkubumi mengakui adanya anggapan terhadap pasar tradisional selama ini semakin ramai pasar berarti semakin baik, semakin banyak yang berkerumun berarti semakin bagus pasar.
Kini di tengah era pandemic pasar tiba-tiba sepi, harus mengikuti protokol kesehatan. Semuanya dipaksa untuk memikirkan kembali permasalahan-permasalahan kesehatan.
Tak pelak, semua pihak harus bekerja keras untuk mewujudkan keberhasilan para pedagang pasar tradisional menghadapi tantangan era digital saat ini. Dukungan aplikasi harus optimal dan ramah pengguna (familiar) karena konsumen pasar tradisional cenderung tersegmentasi. ***