Aku dan Pasarku

Mau ikut ke pasar ga, Teh??? Itulah ajakan ibuku ketika masa kecil di kampung halaman tempat aku dibesarkan di Tasikmalaya. Dan dulu, senang sekali rasanya untuk pergi bersama ibu ke pasar ataupun dengan bapak. Walaupun sekedar hanya membeli sebuah kardus atau seikat sayuran.

Pasar yang identik kumuh, padat juga desak-desakan membuat suasana tersendiri bagi yang melakoni dan mengunjungi. Khususnya saya pribadi. Keadaan becek yang terjadi apabila hujan turun juga tak menyebabkan sepinya pasar, malah mungkin tambah ramai menurutku.

Seiring berjalannya waktu, terkadang pasar mengalami pasang surut dalam sistem perekonomiannya. Dalam artian sejalan dengan tumbuh kembangnya pasar-pasar non tradisional seperti malataupun toko swalayan lainnya, menggantikan peran pasar dalam transaksi.

Tak memungkiri, di kalangan masyarakat, pasar tidak terlalu populer untuk saat ini. Karena, para megapasar sudah banyak menggantikan. Di samping fasilitas yang kurang mendukung, pasar pun kerap dekat dengan tindak kriminal, karena keamanannya kurang terjamin, seperti contoh saja seringnya terjadi aksi pencopetan.

Yaa, beruntung sekali saya masuk Sekolah Pasar. Kenapa? Disaat orang lain sibuk dengan kegiatan kampusnya yang hanya menguruskan kegiatan seuplek lingkup kampus, saya bersama teman-teman dari Sekolah Pasar sudah mulai mengaplikasikan pemberdayaan masyarakat. Karena apa, potensi terbesar perekonomian di Indonesia saya rasa salah satunya ya di pasar. Karena di pasar, semua aspek sudah tertampung.

Contoh satunya yaa, ketika masalah transaksi. Adanya interaksi antara pedagang dan pembeli menjadikan pasar salah satu tempat atraktif adanya kesinambungan simbiosis mutualisme antara seorang manusia dengan manusia lain. Lain halnya dengan pasarpasar megamal atau supermal.

Kadang nih yaa, spg-nya terkesan cuek, jutek lah atau apalah, tapi adaaaaaaa aja yang beli kesana ya hehehe… ya mungkin salah satu faktornya karena tempatnya yang bersih.

Yang saya khawatirkan itu, ketika beberapa rekan saya yang mendalami jurusan ekonomi, dan dia sama sekali tak faham dengan sistem perekonomian di pasar. Kulakan bahkan sama sekali dia tidak tahu. Hmmmm, hal sepele, cuma kalau misal ga dari kita, mau dari mana lagi Indonesia akan maju.

Karena yang saya tahu, proses kita tumbuh kembangnya itu datang dari pasar. Mulai dari ibu kita berbelanja makanan pokok, entah itu sayur mayur atau lauk pauk, bumbu rempah- rempah dll.

Kenapa sih kita ga membudayakan yang tradisional? Yang tradisional kan belum tentu kuno. Justru kadang kitanya sendiri yang terlihat kuno karena menganggap kuno sesuatu hal. Bisa tuh walaupun namanya tradisional ya kita sedikit memodernkan, tanpa mengubah konsep pasarnya. Dan hal itu yang saya pelajari di Sekolah Pasar.

Karena di pasar bukan cuma pedagang aja yang jadi objek utamanya, namun aspek konsumen dan fasilitas pun akan berkesimbangungan dengan proses transaksi di pasar itu sendiri.

Dalam artian, aspek pedagang bukan masalah utama banget kalau ternyata aspek-aspek lain belum diperbaiki. Banyak tuh ya sekarang yang ngajarin anak-anak kecil buat belajar, apa salahnya nih ngajarin para pedagang belajar?

Toh ga ada tuh di undang-undang yang menceritakan kalau ga boleh nagajarin pedagang, hehehe. Karena setiap warga negara Indonesia berhak mengenyam pendidikan. Dan di agama Islam pun ga ada larangan batasan umur untuk belajar.

Dan senangnya lagi, ketika di Sekolah Pasar, kita belajar bagaimana bersosialisasi dengan orang yang usianya jauh di atas kita. Sensasinya itu jauh lebih menantang. Kenapa coba? Karena umur di atas kita biasanya gengsinya tinggi kan, rasa tahunya udah mulai berkurang. Mungkin dalam benak para pedagang sih bilang, ngapain juga aku belajar, toh kan aku lebih pintar daripada kalian.

Padahal nih yaa, justru tahun udah berubah gitu loo, inovasiinovasi para pedagang terdahulu udah jarang ada yang minat. Makanya kenapa disini kita bantu bareng-bareng buat ngembangin pasar tradisional. Ya, walaupun sekedar sharing dengan yang lebih tua umurnya, kita mendapatkan sesuatu pengalaman berharga tersendiri. Tergantung bagaimana kita menyikapi, dan beliau-beliau yang menyikapinya.Tapi yaa, ada saja yang ga terima dan berpikiran kolot. Ckckck…

Itu menjadi salah satu masalah kita semua, karena Indonesia menganut asas ekonomi kerakyatan seharusnyalah kita melestarikan budaya berbelanja di pasar. Oleh karena itu, sangat beruntung sekali saya belajar di Sekolah Pasar. Belajar bagaimana mengenal pasar lebih lanjut, mengenal isi pasar seperti apa, interaksi dengan pedagang-pedagang pasar maupun konsumen pasar.

Saya senang sekali ikut Sekolah Pasar. Walaupun bidang saya bukan bidang ekonomi, namun saya belajar dari bagian infrastuktur pasar itu sendiri. Ada keuntungan dan kerugian yang diperoleh ketika tatanan bangunan pasar berubah dan dirombak. Yang berpengaruh terhadap kestrategisan pedagang, letaknya, maupun lahannya. Adapun dari segi kebersihan, yang berpengaruh terhadap banyak tidaknya konsumen membeli.

Ibaratkan pasar itu mininya dunia, mininya Indonesia. Kenapa bisa dikatakan seperti itu? Karena di pasar didagangkan berupa sandang pangan dan papan. Mulai dari harga termurah sampai termahal. Mulai dari barang asli sampai KW sekian. Dan ada pun berbagai jajanan pasar yang tidak akan kita jumpai di swalayan manapun, dengan harga yang sangat terjangkau dan dengan penawaran kesepakatan antara dua komponen pembelian yaitu pedagang dan pembeli maka didapatkan harga yang sewajarnya.

Dan juga kita dapat membeli makanan khas dari seluruh daerah, karena biasanya di pasar terdapat pedagang-pedagang yang bukan dari daerah lokal, melainkan seluruh pedagang dari seluruh pelosok tanah air.

Maka dari itu kita patut bersyukur karena Indonesia sendiri, khususnya Yogyakarta masih mempertahankan budaya dagang di pasar. Karena ini merupakan warisan turun-menurun nenek moyang kita, sepatutnyalah kita melestarikan. Kalau misal bukan kita yang melestarikan, mau siapa lagi? Jangan sampai budaya kolonial untuk memonopoli perdagangan di Indonesia akan masuk. Jangan sampai perdagangan Amerika juga masuk.

Mari sama-sama kita pertahankan, kita lestarikan, kita perbenah supaya pasar kita tambah baik, tambah banyak peminatnya, tidak ada sistem monopoli, bersih dan terkendali.

Pasarku, pasarmu, pasar kita…

Mira Ayu Aisyah, Relawan Sekolah Pasar
Sumber: Sekolah Pasar, 2013

Share this post

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on pinterest
Share on whatsapp
Share on telegram