Selasa, 15 Juni 2021, Tim Pendampingan Desa Binaan UGM untuk Desa Banjarasri Kulonprogo menyelenggarakan Focus Group Disscusion (FGD) dengan topik Peran Pasar Desa dalam Perekonomian Desa dan Daerah. Agenda FGD merupakan lanjutan dari rangkaian program Hibah Pengabdian Kepada Masyarakat Berbasis Pengembangan Desa Binaan UGM periode 2021 di Desa Banjarasri, Kulon Progo, DI. Yogyakarta. Acara dilaksanakan pukul 13.00 – 15.30 WIB bertempat di Kantor Pemdes Banjarasri.
FGD ini dihadiri oleh tim pendampingan dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dan dari pihak desa.
Tim dari UGM terdiri dari Samodra Wibawa, Raina Dwi Miswara, Eka Zuni Lusi Astuti, Abi Pratiwa Siregar, Arief Setyo Widodo, dan Joko Susilo.
Entitas dari desa yang hadir dalam pertemuan adalah Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, BUMDesa Binangun Asri Sejahtera Abadi, Kelompok Usaha Perempuan Banjarasri, Kelompok Mina Padi Banjarasri, Kelompok Tenun Santa Maria, Pedagang Pasar Desa Boro, dan Karang Taruna Bala Darma Asri.
FGD bertujuan untuk mengeksplorasi potensi desa termasuk keunggulan, peluang, kelemahan dan ancaman dari berbagai dimensi, selain itu juga menjadi medium perumusan bersama kurikulum pelatihan secara bottom up dan partisipatif yang akan diselenggarakan pada Juni-Agustus 2021. Dimoderatori oleh Joko Susilo, forum diawali dengan penyampaian Rencana Pembangunan Jangka Panjang Desa (RPJMDes) dan BUMDes oleh Isfi Sholikhah selaku Direktur BUMDes. ‘’Rencana strategis BUMDes terhadap pasar kedepan adalah penataan aset, melakukan profiling pedagang, review Perdes dan pembaharuan MoU pengelolaan pasar desa’, tutur Isfi Sholikhah.
Forum kemudian dilanjutkan dengan pengantar materi oleh Abi Pratiwa Siregar mewakili tim pendampingan UGM mengenai landasan, tujuan, ruang lingkup kegiatan dan target luaran program serta draft kurikulum pelatihan. Setelah pemaparan materi pemantik. FGD diwarnai dialog interaktif antar peserta forum bersama tim pendamping program.
‘’Memang perlu pertemuan kelembagaan desa untuk merumuskan rencana tata kelola pasar termasuk landasan Perdes antara pedagang, BUMDes dan Pemdes’’, ditegaskan Suharto Yohanes, selaku Badan Permusyawaratan Desa sekaligus Kelompok Mina Padi Banjarasri.
Tahun pertama pelaksanaan program hibah desa binaan akan berfokus pada pendampingan meliputi understanding, konsultasi dan mentoring yang mencakup identifikasi masalah dan alternatif solusi, penyusunan rencana model kolaborasi inovasi, revitalisasi visi-misi, inkubasi model awal.
Indentifikasi akar pemasalahan pasar desa menjadi topik pembuka, sebagaimana dikatakan Markus Nersa Fitriyanto selaku pedagang Pasar Boro sekaligus pemuda setempat, ‘’sebelum jauh untuk meningkatkan PAD Desa, paling mendasar adalah mengembalikan gaungnya pasar desa-tradisional yang sudah sepi. Hal ini karena menjamurnya indomaret/alfamart dan pedagangan sayur keliling dari luar yang sudah mulai masuk ke dusun-dusun’’.
Pasar Boro/Banjarasri saat ini buka setiap pon dan wage pada pukul 06.00-07.30 WIB, ketika masih eksis dahulu jam buka hingga siang hari dan bahkan dimalam hari masih hilir mudik mobil datang untuk mengangkut hasil pertanian para petani setempat. Tidak hanya menjadi transaksi jual beli melalui uang tetapi juga tukar-menukar (barter) diantara hasil bumi warga, serta ruang dialog.
Adapun dari perspektif para pengiat UMKM lokal, peran pasar kaitanya dengan pemasaran produk dan ketersediaan gerai menjadi tantangan utama. Sebagaimana dikatakan Ignatius Antok Rudhiyanto dari Kelompok Tenun Santa Maria, ‘’kualitas tenun bagus, kendala yang dihadapi adalah pemasaran produk yang masih terbatas’’, ditambahkan oleh Maria Sinta Dungga dari Kelompok Usaha Perempuan Banjarasri ‘’perlu pengelompokan pedagang didalam pasar dan penataan kios, dan jika memungkinkan pasar tetap dijaga nilai tradisionalnya sembari dikembangkan menjadi tempat penjualan produk UMKM lokal’’.
Merespon hal ini, Raina Dwi Miswara, tim pendamping yang memiliki konsen pada pengembangan produk pangan, memberikan tanggapan ‘’perlu memang mulai mengoptimalkan pemasaran online dan digital serta pendampingan pengemasan produk’’. Problem UMKM ini, kemudian justru bisa menjadi peluang terhadap pengembangan pasar desa.
‘’Pasar desa dapat mengakomodasi adanya gerai untuk mendisplay berbagai produk UMKM lokal, tahun pertama program akan fokus pada tata kelola pasar’’, pungkas Eka Zuni Lusi Astuti, tim pendampingan yang kini mengajar sebagai dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM.
Secara umum memang permasalahan pasar desa/tradisional di banyak daerah termasuk di Banjarasri bagi para pedagang berkutat modal, jumlah pembeli dan transaksi yang sedikit, ketersediaan infrastruktur pasar dan mekanisme iuran untuk BUMDes/Desa. Sedangkan dari sisi pembeli perihal keterjangkauan harga barang, ketersediaan stok, aksesbilitas, kualitas produk dan tentu variasi selera.
Di lain sisi, bagi masyarakat Desa Banjarasri, terdapat potensi sumber daya manusia (SDM) lokal khususnya generasi muda yang bisa digerakan untuk terlibat. ‘’perlu pemberdayaan karangtaruna untuk terlibat, ketersediaan SDM karangtaruna desa cukup memadai’’ ujar Florentius Adhitya Hendrawan perwakilan dari Karangtaruna Bala Darma Asri.
Berbagai masukan dan aspirasi serta pemetaan akar masalah maupun potensi peluang dari agenda FGD ini selanjutnya akan menjadi acuan kurikulum pelatihan dan upaya prioritas pendampingan Pasar Boro Desa Banjarasri oleh tim pendampingan UGM. (Joko Susilo)